RADARBLORA.COM,– Salah satu korban insiden jatuhnya lift crane di proyek pembangunan RS PKU Muhammadiyah Blora, Listiana, istri dari Sumar, mengungkapkan kebingungannya mengenai biaya pendidikan kedua anaknya. Sumar, yang mengalami luka serius akibat kecelakaan tersebut, kini tidak dapat bekerja sehingga menghambat kemampuan keluarga untuk membiayai sekolah anak-anak mereka.
“Dua anak saya, satu masih sekolah di pondok pesantren di Blora dan satu lagi kelas enam SD yang sebentar lagi lulus. Saya benar-benar bingung bagaimana membiayai pendidikan mereka,” kata Listiana saat ditemui di rumahnya di Desa Purworejo, Kecamatan Blora, pada Senin (17/3/2025).
Kecelakaan yang terjadi pada Sabtu, 8 Februari 2025, menyebabkan Sumar mengalami patah tulang di kaki, tulang belakang, dan tulang rusuk. Kondisi ini membuatnya tidak bisa bekerja dalam waktu dekat, sehingga masa depan pendidikan kedua anaknya tterancam
“Kalau suami saya tidak bisa bekerja lagi, bagaimana dengan sekolah anak-anak? Uang saku, biaya sekolah, dan biaya pondok pesantren, dari mana saya bisa mendapatkannya?” keluh Listiana.
Hingga saat ini, Listiana mengaku belum menerima bantuan beasiswa untuk pendidikan anaknya, baik dari pihak Muhammadiyah maupun Pemerintah Kabupaten Blora. Meskipun demikian, ia masih menerima gaji mingguan sebesar Rp 510 ribu dari proyek tersebut. “Setiap minggu saya masih dapat gaji sekitar Rp 510 ribu, atau sekitar Rp 85 ribu per hari,” jelasnya.
Listiana juga menceritakan bahwa biaya pendidikan anaknya di pondok pesantren baru saja dibayarkan sebesar Rp 700 ribu dan sudah lunas. Namun, ia khawatir tentang biaya pendidikan di masa depan. “Sekarang saya tidak tahu lagi bagaimana caranya membiayai pendidikan anak-anak karena kami sudah tidak punya uang,” ujarnya.
Sebelum kecelakaan terjadi, Listiana membantu perekonomian keluarga dengan bekerja sebagai buruh tani, mencuci, dan menyetrika pakaian. Namun, saat ini ia harus fokus merawat suaminya yang masih dalam kondisi kritis. “Penghasilan utama keluarga berasal dari suami saya. Saya hanya membantu. Sekarang saya fokus pada pemulihan kesehatannya,” tambahnya.
Selain gaji mingguan, Listiana mengaku telah menerima beberapa bantuan tunai, termasuk Rp 1 juta untuk biaya makan, Rp 3 juta untuk biaya perawatan suaminya di Solo, Rp 1 juta dari Baznas, dan Rp 2 juta dari PKU MMuhammadiyah
Namun, ia menegaskan bahwa belum ada bantuan khusus untuk kecelakaan kerja sesuai dengan perjanjian. “Yang saya tahu, uang Rp 3 juta itu untuk biaya hidup selama perawatan di Solo,” jelasnya.
Insiden tragis tersebut terjadi saat 13 pekerja bangunan terjatuh dari ketinggian 12 meter dalam proyek pembangunan gedung lima lantai RS PKU Muhammadiyah Blora. Delapan pekerja dilaporkan mengalami luka-luka, sementara lima lainnya meninggal dunia. Kecelakaan ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban, termasuk Listiana yang kini harus berjuang menghadapi tantangan ekonomi dan pendidikan anak-anaknya.
Dukungan dan Harapan ke Depan
Listiana berharap ada bantuan lebih lanjut dari pihak terkait, baik dari Muhammadiyah maupun pemerintah setempat, untuk memastikan kelangsungan pendidikan anak-anaknya. “Saya hanya berharap ada solusi untuk masalah ini. Anak-anak saya harus tetap bisa sekolah,” ujarnya dengan harap.
Sementara itu, pihak RS PKU Muhammadiyah Blora dan pemerintah daerah diharapkan dapat segera mengambil langkah konkret untuk membantu keluarga korban, baik dalam hal biaya pengobatan maupun dukungan pendidikan bagi anak-anak yang menjadi korban tidak langsung dari insiden ini. (YS)