MENGUAK FAKTA TENTANG KESEJAHTERAAN GTT/PTT NON K DI BLORA

Bacaan Lainnya

Ribuan gtt/ptt non k foto bareng dengan ketua DPRD Blora

HALOBLORA.COM –  Paguyuban Guru Tidak Tetap dan Pegawai Tidak Tetap ( GTT/PTT ) non K yang tergabung dalam Progata Kabupaten Blora meminta pemerintah memperhatikan kesejahteraan mereka.

Hal ini disampaikan  ketua Progata Kabupaten Blora, Arys Eko Siswanto saat mengelar acara Silaturahmi dan Halal Bihalal Progata Kabupaten Blora dengan tema “Semangat Berjuang, Satukan Hati, Eratkan Silaturahmi yang digelar di GOR Mustika, Blora pada Sabtu (20/7).

 Ketua GTT/PTT non K menyampaikan harapan agar kami dapat perhatian dari pemerintah daerah untuk kesejahteraan dari APBD,selama ini kami hanya mendapatkan honor dari dana Bos pusat sebesar 100-300 ribu tiap bulan, tergantung dari jumlah siswa. Kami berjuang untuk non k.memang jumlah kami sekitar 3000an orang. Ibarat benang kusut setidaknya bisa diurai dengan memberikan honor yang layak sesuai umk, diklasifikasi sesuai masa kerja’ ungkapnya.

Saat ini memang tidak ada regulasi seperti K2,tapi kami kerja disekolahan sama seperti K2 dan PNS bahkan lebih kami ingin di manusiakan mendapat honor yang layak. Kami ingin status minimal diakui oleh dinas pendidikan dengan mendapat surat sebagai guru pengganti, memang sebenarnya kami bukan guru kalau mengacu pada Undang-Undang, sk kami hanya dari kepala sekolah,makanya honor kami tidak bisa diperhatikan oleh Pemda. Surat sebagai guru pengganti itu juga bisa kami gunakan untuk mendapatkan NUPTK untuk mengikuti PPG dan bisa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh tunjangan sertifikasi” paparnya.

Sementara Ketua DPRD Kabupaten Blora Bambang Susilo menilai Pemerintahan Kabupaten Blora yang sekarang kurang serius dalam memperhatikan kesejahteraan guru dan pegawai sekolah yang honorer non K2. Penilaian tersebut diutarakan Bambang kepada wartawan usai mengikuti acara silaturahmi ribuan guru dan tenaga honorer yang tergabung dalam Paguyuban GTT/PTT se-Kabupaten Blora di GOR Mustika, Sabtu (20/7/2019).

“Jadi saya melihat dan merasakan jika pemerintahan sekarang ini tidak serius memperhatikan nasib guru-guru honorer. Padahal di tangan mereka anak-anak kita menjadi terdidik atau tidak. Ini sangat disayangkan,” katanya sembari mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib guru dan pegawai honorer di Kabupaten Blora.

Betapa tidak prihatin jika gaji guru dan pegawai honorer tersebut masih ada yang Rp100 ribu sebulan. “Kalaupun ada yang besar yang diambilkan dari dana bantuan operasional sekolah dengan jumlah murid yang banyak, itupun paling banter gajinya Rp300 ribu sebulan. Bandingkan dengan buruh di pertokoan, atau di Luwes misalnya,” kata Bambang sambil merujuk salah satu swalayan di Kota Blora.

Padahal menurut Bambang, tenaga pendidik harusnya mendapat penghargaan yang besar. Sebab mereka bertanggung jawab terhadap mutu anak-anak didik yang menjadi masa depan bangsa dan negara.

“Hargailah mereka dengan kesejahteraan yang layak,” tandasnya.

Ditanya apakah lembaga perwakilan rakyat selama ini tidak ikut memperjuangkan nasib para guru dan tenaga honorer ini, Bambang menegaskan jika berhasil tidaknya memperjuangkan para guru dan tenaga honorer ada di tangan Bupati. DPRD, kata Bambang, hanya bisa mengusulkan. Disetujui tidaknya, tergantung kesadaran pimpinan ekskutif.

“Jadi kewenangan lembaga perwakilan rakyat itu tidak seperti dulu. Kalau misalkan DPRD secara kolektif ngotot tidak menyetujui RAPBD sebelum kesejateraan guru honorer non K2 dianggarkan, pemerintah tetap bisa menang,” jelasnya sambil merujuk pada UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Ditanya apakah kemampuan APBD tidak bisa memenuhi kesejahteraan para guru honorer, dengan tegas Bambang menampiknya.

“Tidak ada itu APBD tidak mampu meng-cover kesejahteraan para guru dan pegawai sekolah honorer yang non K2. Tinggal mau apa tidak pemerintahnya memperhatikan kesejateraan mereka,” tandas Bambang seraya menyodorkan hitung-hitungannya untuk mengongkosi kesejahteraan para guru honorer.

Jumlah guru tidak tetap dan pegawai tidak tetapnya di sekolah-sekolah SD maupun SMP tercatat sejumlah 3.142 orang. Ini yang non K2. Jika dianggarkan Rp250 ribu per bulan per orang, maka setiap tahunnya kurang dari Rp10 miliar untuk membiayai sedikit kesejateraan mereka.

“Dibayar Rp250 ribu saja saya sebenarnya masih prihatin. Bandingkan dengan gaji buruh di Supermarket Luwes, misalnya. Apa gak nangis batin. Ini tenaga pendidik dibayar segitu, bagaimana tidak akan rendah mutu pendidikan kita,” imbuh Bambang sambil menambahkan jika pendidikan sebenarnya adalah investasi jangka panjang untuk bangsa dan negara.(RED-HB01)

Baca Juga:  Dapat Adipura, Ini Pesan Mustopa Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *